BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kita sebagai masyarakat Indonesia
wajib mengetahui bahwa negara kita memiliki dasar negara yang termuat dalam
Pancasia. Pancasila memiliki nilai-nilai yang luhur, sehingga Pancasila juga
dapat dijadikan sebagai pandangan hidup. Peranan Pancasila sebgai pandangan
hidup ini terkadang tidak diketahui oleh masyarakat Indonesia secara
menyeluruh. Pancasila dapat dijadikan pedoman untuk mempertahankan keutuhan
bangsa Indonesia. Masyarakat Indonesia yang memiliki keanekaragaman dapat
dipersatuakan dengan bersandar pada nilai-nilai luhur yang terkandung dalam
Pancasila.
Peranan Pancasila sebagai pandangan
hidup haruslah diketahui dan dimengerti oleh masyarakat Indonesia. Oleh sebab
itu, hubungan antara masyarakat dapat terus dijalin dengan baik. Bangsa
Indonesia juga tidak jarang menghadapi permasalah-permasalahan yang terkadang
dapat memudarkan tali persatuan bangsa. Di sinilah letak peranan Pancasila
sebagai pandangan hidup, melalui Pancasila diharapkan dapat memecahkan segala
persoalan yang terjadi di dalam masyarakat Indonesia.
Karena peranan Pancasila sangatlah
penting sebagai pandangan hidup, maka kita sebagai kelompok terpelajar harus
mengetahui mengenai hal tersebut. Di dalam tugas ini akan dijelaskan mengenai
peranan Pancasila sebagai pandangan hidup.
Memahami peran
Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks sebagai dasar negara dan
ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga negara Indonesia
memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang sama
terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Apalagi manakala dikaji perkembangannya secara
konstitusional terakhir ini dihadapkan pada situasi yang tidak kondusif
sehingga kridibilitasnya menjadi diragukan, diperdebatkan, baik dalam wacana
politis maupun akademis.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan
dalam menyusun tugas yang berjudul ”Peranan Pancasila Sebagai Pandangan hidup
di Era Reformasi ”, adalah sebagai berikut :
a.
Mengetahui
arti peranan Pancasila sebagai pandangan hidup
b.
Mengetahui
manfaat Pancasila sebagai pandangan hidup.
c.
Mengetahui
peranan pancasila sebagai pandangan hidup di Era Reformasi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Sejak kelahirannya (1 Juni 1945) Pancasila
adalah Dasar Falsafah Negara Kesatuan Republik Indonesia, atau lebih dikenal
sebagai Dasar Negara (Philosofische groundslag). Hal ini, dapat
diketahui pada saat Soekarno diminta ketua Dokuritsu zyunbi Tyoosakai untuk
berbicara di depan sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia tanggal 1 Juni 1945, menegaskan bahwa beliau akan memaparkan dasar
negara merdeka, sesuai dengan permintaan ketua. Menurut Soekarno,
pembicaraan-pembicaraan terdahulu belum menyampaikan dasar Indonesia Merdeka.
Bahkan Soekarno menyatakan :
Maaf, beribu maaf ! Banyak
anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan hal-hal yang
sebenarnya bukan permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia, yaitu bukan dasarnya
Indonesia Merdeka. Menurut anggapan saya yang diminta oleh Paduka Tuan Ketua
yang mulia ialah bahasa Belanda “philosofische groundslag” dari pada Indonesia
merdeka. Philosofische groundslag itulah pundamen, filsafat, pemikiran yang
sedalam-dalamnya untuk diaasnya didirikan gedung Indoensia Merdeka yang kekal
dan abadi (sekretariat negara, 1995 : 63)
Pada bagian pidato berikutnya,
Soekarno menyatakan, bahwa Philosofische Groundslag diatas mana kita mendirikan
negara Indonesia, tidak lain adalah Waltanschauung. Bahkan Soekarno lebih
menegaskan lagi Waltanschauung yang kita harapkan tidak lain adalah persatuan
philosofische graoundslag. Untuk itu Soekarno menegaskan sebagai berikut :
Apakah itu ? Pertama-tama,
saudara-saudara, saya bertanya : apakah kita hendak mendirikan Indonesia
Merdeka untuk sesuatu orang, untuk sesuatu golongan ? Mendirikan negara
Indonesia Merdeka yang namanya saya Indonesia Merdeka, tetapi hanya untuk
mengagungkan satu orang, untuk memberi kekuasaan pada satu golongan yang kaya,
untuk memberi pada satu golongan bangsawan ? Apakah maksud kita begitu ? Sudah
tentu ! Baik saudara –saudara yang bernama kaum kebangsaan yang disini, maupun
saudara-saudara yang dinamakan kaum Islam, semuanya telah mufakat, bahwa bukan
negara yang demikian itulah kita punya tujuan. Kita hendak mendidikan suatu
negara “semua buat semua” Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik
golongan bangsawan maupun golongan yang kaya, tetapi “semau buat semua”. Inilah
salah satu dasar pikiran yang akan saya kupas lagi. Maka, yang selalu mendengung
di salam saya punya jiwa, bukan saja didalam beberapa hari didalam sidang
Dokuritsu zyunbi Tyoosakai ini, akan tetapi sejak tahun 1981, 25 tahun lebih,
ialah : dasar pertama, yang baik dijadikan dasar buat negara Indonesia, ialah
dasar kebangsaan”. (sekretariat negara, 1995 : 71)
Paparan berikut Soekarno menyatakan
filosofische principe yang kedua adalah internasionalisme. Pada saat
menegaskan pengertian internasionalisme, Soekarno menyatakan bahwa
internasionalisme bukanlah berarti kosmopolitisme, yang menolak adanya
kebangsaan, bahkan beliau menegaskan : “Internasionalisme tidak dapat hidup
subur kalau tidak berakar didalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak
dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam taman sarinya internasionalisme.
“Seraya mengutip ucapan Gandhi, beliau menegaskan my nasionalisme is
humanity. Pada saat menjelaskan prinsip dasar ketiga, Soekarno menyatakan
bahwa negara Indonesia adalah negara “Semua buat semua, satu buat semua, semua
buat satu”, oleh karenanya saya yakin bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya
negara Indonesia ialah permusyawaratan perwakilan. Demikian berikutnya untuk
prinsip dasar yang keempat Soekarno mengusulkan prinsip kesejahteraan ialah
prinsip tidak akan ada kemiskinan didalam Indonesia merdeka. Prinsip dasar
kelima adalah prinsip Indonesia merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Pada kesempatan itu, Soekarno menjelaskan :
Prinsip ketuhanan ! Bukan saja
bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya
ber-Tuhan. Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan yang menurut petunjuk
Isa al Masih, yang Islam ber-Tuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad saw, orang
Budha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi
marilah kita semua ber-Tuhan. Hendaknya Negara Indonesia ialah negara yang
tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhan-nya dengan cara yang leluasa. Segenap
rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada
“egoisme-agama”. Dan hendaknya Negara Indonesia satu negara yang ber-Tuhan !
Marilah kita amalkan, jalankan
agama, baik Islam maupun Kristen dengan cara yang berkeadaban. Apakah cara yang
berkeadaban itu ? Ialah hormat-menghormati satu sama lain. (Tepuk tangan
sebagai hadirin). Nabi Muhammad saw telah memberi bukti yang cukup tentang verdragzaamheid,
tentang menghormati agama-agama lain. Nabi Isa pun telah menunjukkan
verdragzaamheid itu. Marilah kita di dalam Indonesia Merdeka yang kita susun
ini, sesuai dengan itu, menyatakan : bahwa prinsip kelima daripada negara kita
ialah ketuhanan yang berkebudayaan. Ke-Tuhanan yang berbudi pekerti yang luhur,
ke-Tuhanan yang hormat menghormati satu sama lain. Hatiku akan berpesta raya,
jikalau saudara-saudara menyetujui bahwa negara Indonesia Merdeka berasaskan
Ketuhanan Yang Maha Esa ! Disinilah, dalam pengakuan asas yang kelima inilah,
saudara-saudara, segenap agama yang ada di Indonesia sekarang ini akan mendapat
tempat yang sebaik-baiknya. Dan engara kita akan ber-Tuhan pula ! (sekretariat
negara, 1995 : 81)
Prinsip-prinsip filsafati yang jelas
oleh Soekarno tersebut diatas merupakan dasar negara. Berbicara tentang nama
dasar negara, Soekarno menyatakan sebagai berikut :
Saudara-saudara ! “Dasar-dasar
negara “ telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inikah Panca Dharma ? Nama Panca
Dharma tidak tepat disini. Dharma berarti kewajiban, sedangkan kita
membicarakan dasar, saya senang kepada simbolik. Kita mempunyai Panca Indra.
Apalagi yang lima bilangannya ? (Seorang yang hadir : pandawa lima). Pandawa
limapun orangnya, sekarang banyak prinsip : kebangsaan, internasionalisme,
mufakat, kesejahteraan dan ke-Tuhanan, lima pula bilangannya. Namanya bukan
Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli
bahasa namanya ialah Pancasila, sila artinya asas atau dasar, dan diatas kelima
dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi.” (Sekretariat
Negara 1995 : 81)
Prinsip-prinsip filsafati Pancasila
sejak awal kelahirannya diusulkan sebagai dasar negara (philosofische
grondslag, Weltanschauung) Republik Indonesia, yang kemudian diberi status
(kedudukan) yang tegas dan jelas dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 (18 Agustus 1945 dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia).
B.
Perkembangan Pancasila Sebagai Dasar Negara
Generasi Soekarno – Hatta telah
mampu menunjukkan keluasan dan kedalaman wawasannya, dan dengan ketajaman
intelektualnya telah berhasil merumuskan gagasan-gagasan vital sebagaimana
dicantumkan didalam pembukaan UUD 1945, dimana Pancasila sebagai dasar negara
ditegaskan dalam satu kesatuan integral dan integratif. Oleh karena itu para
tokoh menyatakan bahwa Pembukaan Undang-Undang 1945 merupakan sebuah dokumen
kemanusiaan yang terbesar dalam sejarah kontemporer setelah American
Declaration of Independent 1976. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 nyaris
sempurna, dengan nilai-nilai luhur yang bersifat universal, oleh karenanya
Pancasila merupakan dasar yang kekal dan abadi bagi kehidupan bangsa Indonesia.
Semenjak ditetapkan sebagai dasar
negara (oleh PPKI 18 Agustus 1945), Pancasila telah mengalami perkembangan
sesuai dengan pasang naiknya sejarah bangsa Indonesia (Koento Wibisono, 2001)
memberikan tahapan perkembangan Pancasila sebagai dasar negara dalam tiga tahap
yaitu : (1) tahap 1945 – 1968 sebagai tahap politis, (2) tahap 1969 – 1994
sebagai tahap pembangunan ekonomi, dan (3) tahap 1995 – 2020 sebagai tahap
repositioning Pancasila. Penahapan ini memang tampak berbeda lazimnya para
pakar hukum ketatanegaraan melakukan penahapan perkembangan Pancasila Dasar
Negara yaitu : (1) 1945 – 1949 masa Undang-Undang Dasar 1945 yang pertama ; (2)
1949 – 1950 masa konstitusi RIS ; (3) 1950 – 1959 masa UUDS 1950 ; (4) 1959 –
1965 masa orde lama ; (5) 1966 – 1998 masa orde baru dan (6) 1998 – sekarang
masa reformasi. Hal ini patut dipahami, karena adanya perbedaan pendekatan,
yaitu dari segi politik dan dari segi hukum.
1. 1945 – 1968 merupakan tahap politis
dimana orientasi pengembangan Pancasila diarahkan kepada Nation and Character
Building. Hal ini
sebagai perwujudan keinginan bangsa Indonesia untuk survival dari berbagai
tantangan yang muncul baik dalam maupun luar negeri, sehingga atmosfir politik
sebagai panglima sangat dominan. Disisi lain pada masa ini muncul gerakan
pengkajian ilmiah terhadap Pancasila sebagai Dasar Negara misalnya oleh
Notonagoro dan Driarkara. Kedua ilmuwan tersebut menyatakan bahwa Pancasila
mampu dijadikan pangkal sudut pandang dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan
bahkan Pancasila merupakan suatu paham atau aliran filsafat Indonesia, dan
ditegaskan bahwa Pancasila merupakan rumusan ilmiah filsafati tentang manusia
dan realitas, sehingga Pancasila tidak lagi dijadikan alternatif melainkan
menjadi suatu imperatif dan suatu philosophical concensus dengan komitmen
transenden sebagai tali pengikat kesatuan dan persatuan dalam menyongsong
kehidupan masa depan bangsa yang Bhinneka Tunggal Ika. Bahkan Notonagoro
menyatakan bahwa Pembukaan UUD 1945 merupakan staatfundamental Norm yang tidak
dapat diubah secara hukum oleh siapapun. Sebagai akibat dari keberhasilan mengatasi
berbagai tantangan baik dari dalam maupun dari luar negeri, masa ini ditandai
oleh kebijakan nasional yaitu menempatkan Pancasila sebagai asas tunggal.
2. 1969 – 1994 sebagai tahap
pembangunan ekonomi yaitu upaya mengisi kemerdekaan melalui program-program
ekonomi. Orientasi
pengembangan Pancasila diarahkan pada bidang ekonomi, akibatnya cenderung
menjadikan ekonomi sebagai ideologi. Pada tahap ini pembangunan ekonomi
menunjukkan keberhasilan secara spektakuler, walaupun bersamaan dengan itu
muncul gejala ketidakmerataan dalam pembagian hasil pembangunan. Kesenjangan
sosial merupakan fenomena yang dilematis dengan program penataran P4 yang
selama itu dilaksanakan oleh pemerintah. keadaan ini semakin memprihatinkan
setelah terjadinya gejala KKN dan Kroniisme yang nyata-nyata bertentangan
dengan nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Bersamaan dengan itu perkembangan
perpolitikan dunia, setelah hancurnya negara-negara komunis, lahirnya tiga
raksasa kapitalisme dunia yaitu Amerika Serikat, Eropa dan Jepang. Oleh karena
itu Pancasila sebagai dasar negara tidak hanya dihantui oleh supersifnya
komunisme melainkan juga harus berhadapan dengan gelombang aneksasinya
kapitalisme, disamping menhadapi tantangan baru yaitu KKN dan kroniisme.
3. 1995 – 2020 merupakan repositioning
Pancasila. karena
dunia masa kini sedang dihadapi kepada gelombang perubahan secara cepat,
mendasar, spektakuler, sebagai implikasi arus globalisasi yang melanda seluruh
penjuru dunia, khususnya di adab XXI sekarang ini, bersamaan arus reformasi yang
sedang dilakukan oleh bangsa Indonesia. Reformasi telah merombak semua segi
kehidupan secara mendasar, maka semakin terasa orgensinya untuk menjadi
Pancasila sebagai dasar negara dalam kerangka mempertahankan jatidiri bangsa
dan persatuan dan kesatuan nasional, lebih-lebih kehidupan perpolitikan
nasional yang tidak menentu di era reformasi ini.
Berdasarkan hal tersebut diatas
perlunya reposisi Pancasila yaitu reposisi Pancasila sebagai dasar negara yang
mengandung makna Pancasila harus diletakkan dalam keutuhannya dengan Pembukaan
UUD 1945, dieksplorasikan pada dimensi-dimensi yang melekat padanya yaitu :
Realitasnya bahwa
nilai-nilai yang terkandung didalamnya dikonkritisasikan sebagai ceminan
kondisi obyektif yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, suatu rangkaian
nilai-nilai yang bersifat “sein im sollen dan sollen im sein”
Idealitasnya bahwa idelisme yang terkandung
didalamnya bukanlah sekedar utopi tanpa makna, melainkan diobyektifitasikan
sebagai akta kerja untuk membangkitkan gairah dan optimisme para warga
masyarakat guna melihat hari depan secara prospektif menuju hari esok yang
lebih baik.
Fleksibilitasnya dalam arti bahwa Pancasila bukanlah
barang jadi yang sudah selesai dan mendeg dalam kebekuan dogmatis dan normatif,
melainkan terbuka bagi tafsi-tafsir baru untuk memenuhi kebutuhan zaman yang
terus menerus berkembang, dengan demikian tanpa kehilangan nilai hakikinya
Pancasila menjadi tetap aktual, relevan serta fungsional sebagai tiang-tiang
penyangga bagi kehidupan bangsa dan negara dengan jiwa semangat Bhinneka
Tunggal Ika.
Reposisi Pancasila sebagai dasar negara harus diarahkan pada
pembinaan dan pengembangan moral, sehingga moralitas Pancasila dapat dijadikan
dasar dan arah untuk mengatasi krisis dan disintegrasi. Moralitas Pancasila
harus disertai penegakkan (supremasi) hukum.
C. Peranan Pancasila Sebagai Pandangan
Hidup
Secara Etimologis, Pancasila
berasal dari bahasa Sansekerta. Panca yang memiliki arti lima dan Sila berarti
prinsip dasar. Jadi secara keseluruhan Pancasila berarti lima prinsip dasar
atau lima asas pokok sila diambil dari kasana bidhisme yang bermakna:
1. Kodrat,
watak, kebiasaan, perilaku dan
2. Praktik
moral, watak yang baik, etika budhis, kode moralitas.
Istilah Pancasila ditemukan pertama
di Indonesia dalam buku ”SUTASOMA” yang merupakan karya Empu Tantular, pada
masa kerajaan Majapahit pada abad ke-14.
Dari arti etimologisnya tampak
bahwa pancasila pada dasarnya merupakan etika atau prinsip-prinsip moral yang
menjadi ukuran baik buruknya tindakan manusia sebagai manusia.
Pancasila berfungsi sebagai
pandangan hidup atau Weltanschaung bangsa, perwujudan jiwa, pikiran, dan hasrat
sedalam dalamnya (cita-cita ideal) Bangsa Indonesia.
Manusia sebagai mahkluk ciptaan
Tuhan Yang Maha Esa dalam perjuangan untuk mencapai kehidupan yang lebih
sempurna, senantiasa memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjungya sebagai
suatu pandangan hidup.
Nilai-nilai luhur adalah merupakan
suatu tolak ukur kebaikan yang berkenaan dengan hal-hal yang bersifat mendasar
dan abadi dalam kehidupan manusia, seperti cita-cita yang hendak dipakainya
dalam hidup manusia.
Pandangan hidup yang tata kesatuan
rangkaian nila-nilai luhur tersebut adalah suatu wawasan yang menyeluruh
terhadap kehidupan itu sendiri. Pandangan hidup berfungsi sebagai rangka acuan
baik untuk menata kehidupan diri pribadi maupun dalam interaksi antara manusia
dalam masyarakat serta alam sekitarnya.
Sebagai mahkluk individu dan
mahkluk sosial, manusia tidaklah mungkin memenuhi segala kebutuhannya sendiri,
oleh karena itu untuk mengembangkan potensi kemanusiaannya, ia senantiasa
memerlukan orang lain.
Dalam pengertian inilah maka
pribadi manusia senantiasa hidup sebagai bagian hidup dari lingkungan sosial
yang lebih luas, secara berturut-turut lingkungan keluaga, masyarakat,
lingkungan bangsa dan lingkungan negara yang merupakan ke lembaga-lembaga
masyarakat utama yang diharapkan dapat menyalurkan dan mewujudkan pandangan
hidupnya.
Dengan demikian dalam kehidupan
bersama dalam suatu negara membutuhkan suatu tekat kebersamaan, cita-cita yang
ingin dicapainya bersumber pada pandangan hidupnya tersebut.
Dalam pengertian inilah maka proses
rumusan pandangan hidup masyarakat dituangkan dan dilembagakan menjadi
pandangan hidup bangsa dan selanjutnya pandangan hidup bangsa dituangkan dan
dilembagakan menjadi pandangan hidup negara. Pandangan hidup bangsa dapat
disebut sebagai ideologi bangsa (Nasional), dan pandangan hidup negara dapat
disebut sebagai ideologi negara.
Dalam proses penjabaran dalam
kehidupan modern antara pandangan hidup masyarakat dengan pandangan hidup
bangsa memiliki hubungan yang bersifat timbal balik.
Pandangan hidup bangsa
diproyeksikan kembali kepada pandangan hidup masyarakat serta tercermin dalam
sikap hidup pribadi warganya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian dalam
negara pancasila, kehidupan masyarakat tercermin dalam kehidupan negara yaitu
pemerintah terikat oleh kewajiban konstitusional, yaitu kewajiban pemerintah
dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan
yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
Transformasi pandangan hidup
masyarakat menjadi pandangan hidup bangsa. Dan akhirnya, menjadi dasar negara
juga terjadi pada pandangan hidup Pancasila. Pancasila sebelum dirumuskan
menjadi dasar negara serta ideologi negara, nilai-nilainya telah terdapat pada
bangsa Indonesia dalam adat istiadat, budaya serta dalam agama dalam pandangan
hidup masyarakat Indonesia.
Pandangan yang ada pada masyarakat
Indonesia tersebut kemudian menjelma menjadi Pandangan hidup bangsa yang telah
terintis sejak jaman Sriwijaya, Majapahit, kemudian Sumpah Pemuda pada tahun
1928. Kemudian diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri negara dalam sidang
BPUPKI, panitia Sembilan serta sidang PPKI. Kemudian ditentukan dan disepakati
sebagai dasar negara Republik Indonesia dan dalam pengertian inilah maka
Pancasila sebagai pandangan hidup dan negara sekaligus sebagai Ideologi Negara.
Bangsa Indonesia dalam hidup
bernegara telah memiliki suatu pandangan hidup bersama yang bersumber pada akar
budaya dan nilai religiusnya.
Dengan pandangan hidup yang mantap
maka Bangsa Indonesia akan mengetahui arah kemana tujuan yang ingin dicapainya.
Dengan suatu pandangan hidup yang
diyakininya, bangsa Indonesia akan mampu memandang dan memecahkan segala
persoalan yang dihadapinya secara tepat sehingga tidak terombang ambing dalam
menghadapi persoalan tersebut
Dengan suatu pandangan hidup yang
jelas, maka bangsa Indonesia memiliki pegangan dan pedoman bagaimana mengenal
dan memecahkan berbagai masalah poloitik, sosial budaya, ekonomi, hukum,
hankam, dan persoalan lainnya dalam gerak masyarakat yang semakin maju.
Pancasila sebagai pandangan hidup
bangsa tersebut terkandung di dalamnya konsepsi dasar mengenai kehidupan yang
dicita-citakan. Terkandung dasar pikiran terdalam dan mengenai gagasan wujud
kehidupan yang dianggap baik. Oleh karena Pancasila sebagai pandangan hidup
bangsa merupakan suatu kristalisarisasi dari nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat, maka pandangan hidup tersebut dijunjung tinggi oleh warganya karena
pandangan hidup Pancasila berasal dari budaya dan pandangan hidup masyarakat
yang sejak dahulu.
Dengan demikian, pandangan hidup
Pancasila bagi bangsa Indonesia, yang Bhineka Tunggal Ika tersebut harus
sebagai asas pemersatu bangsa. Sehingga tidak boleh mematikan keanekaragaman
yang ada di dalam Negara Indonesia sendiri.
Sebagai inti sari dari nilai budaya
Indonesia, maka Pancasila merupakan cita-cita moral bangsa yang memberikan
pedoman dan kekuatan rohaniah bagi bangsa untuk berperilaku luhur dalam
kehidupan sehari-hari, dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pancasila dipahami sebagai pedoman,
pegangan, dan petunjuk hidup. Pancasila sebagai pandangan hidup berarti:
1. Memberikan jawaban terhadap
tantangan dan hambatan dalam mewujudkan kehidupan yang baik.
2. Konsep dasar kehidupan yang
dicita-citakan bangsa Indonesia
3. Kristalisasi nilai yang diyakini
kebenarannya oleh bangsa Indonesia dan menimbulkan tekad yang mewujudkannya.
Sebagai pandangan hidup, Pancasila
menjadi arah semua kegiatan hidup. Pancasila terpancar dalam seluruh tingkah
laku insan Indonesia.
Manfaat pancasila sebagai pandangan hidup adalah sebagai berikut :
Manfaat pancasila sebagai pandangan hidup adalah sebagai berikut :
1. Menjadikan bangsa Indonesia berdiri
kokoh sebagai bangsa merdeka dan berdaulat.
2. Menjadi pedoman pemecahan
permasalahan yang dihadapi.
3. Sebagai Pedoman Membangun dirinya
sendiri dan hubungan dengan
bangsa lain.
bangsa lain.
D. Peranan Pancasila Di Era Reformasi
1.
Pancasila sebagai paradigma
ketatanegaraan
Pancasila sebagai
paradigma ketatanegaraan artinya pancasila menjadi kerangka berpikir atau pola
berpikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai dasar negara ia sebagai landasa
kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini berarti, bahwa setiap gerak langkah
bangsa dan negara Indonesia harus selalu dilandasi oleh sila-sila yang terdapat
dalam Pancasila. Sebagai negara hukum setiap perbuatan, baik dari warga
masyarakat maupun dari pejabat-pejabat dan jabatan-jabatan harus berdasarkan
hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dalam kaitannya dalam
pengembangan hukum, Pancasila harus menjadi landasannya. Artinya hukum yang
akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila
Pancasila. Sekurang-kurangnya, substansi produk hukumnya tidak bertentangan
dengan sila-sila Pancasila.
2.
Pancasila sebagai paradigma
pembangunan nasional bidang sosial politik
Pancasila sebagai paradigma
pembangunan bidang sosial politik mengandung arti bahwa nilai-nilai Pancasila
sebagai wujud cita-cita Indonesia merdeka di implementasikan sbb :
a.
Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup
keadilan politik, budaya, agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
b.
Mementingkan kepentingan rakyat / demokrasi dalam
pemgambilan keputusan ;
c.
Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas
kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan kesatuan ;
d.
Dalam pelaksanaan pencapaian tujuan keadilan
menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab ;
e.
Tidak dapat tidak, nilai-nilai keadilan, kejujuran
(yang menghasilkan) dan toleransi bersumber pada nilai ke Tuhanan Yang Maha
Esa.
3.
Pancasila sebagai paradigma
pembangunan nasional bidang ekonomi
Pancasila sebagai paradigma nasional
bidang ekonomi mengandung pengertian bagaimana suatu falsafah itu
diimplementasikan secara riil dan sistematis dalam kehidupan nyata.
4.
Pancasila sebagai paradigma
pembangunan nasional bidang kebudayaan
Pancasila sebagai paradigma
pembangunan nasional bidang kebudayaan mengandung pengertian bahwa Pancasila
adalah etos budaya persatuan, dimana pembangunan kebudayaan sebagai sarana pengikat
persatuan dalam masyarakat majemuk. Oleh karena itu smeboyan Bhinneka Tunggal
Ika dan pelaksanaan UUD 1945 yang menyangkut pembangunan kebudayaan bangsa
hendaknya menjadi prioritas, karena kebudayaan nasional sangat diperlukan
sebagai landasan media sosial yang memperkuat persatuan. Dalam hal ini bahasa
Indonesia adalah sebagai bahasa persatuan.
5.
Pancasila sebagai paradigma
pembangunan nasional bidang hankam
Dengan berakhirnya
peran sosial politik, maka paradigma baru TNI terus diaktualisasikan untuk
menegaskan, bahwa TNI telah meninggalkan peran sosial politiknya atau
mengakhiri dwifungsinya dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari sistem
nasional.
6.
Pancasila sebagai paradigma ilmu
pengetahuan
Dengan memasukai
kawasan filsafat ilmu (philosophy of science) ilmu pengetahuan yang diletakkan
diatas pancasila sebagai paradigmanya perlu difahami dasar dan arah
penerapannya, yaitu pada aspek ontologis, epistomologis, dan aksiologis.
Ontologis, yaitu bahwa hakikat ilmu pengetahuan aktivitas manusia yang tidak
mengenal titik henti dalam upayanya untuk mencari dan menemukan kebenaran dan
kenyataan. Ilmu pengetahuan harus dipandang secara utuh, dalam dimensinya
sebagai masyarakat, sebagai proses, dan sebagai produk. Sebagai masyarakat
menunjukan adanya suatu academic community yang akan dalam hidup kesehariannya
para warganya mempunyai concerm untuk terus menerus menggali dan mengembangkan
ilmu pengetahuan. Sebagai proses menggambarkan suatu aktivitas warga masyarakat
ilmiah yang melalui abstraksi, spekulasi, imajinasi, refleksi, observasi,
eksperimentasi, komparasi dan eksplorasi mencari dan menemukan kebenaran dan
kenyataan. Sebagai produk, adanya hasil yang diperoleh melalui proses, yang
berwujud karya-karya ilmiah beserta aplikasinya yang berwujud fisik ataupun non
fisik.
Epistimologi, yaitu bahwa Pancasila
dengan nilai-nilai yang terkandung didalamnya dijadikan metode berpikir, dalam
arti dijadikan dasar dan arah didalam pengembangan ilmu pengetahuan ; yang
parameter kebenaran serta kemanfaatan hasil-hasil yang dicapainya adalah
nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila itu sendiri. Aksilogi yaitu bahwa
dengan menggunakan epistemologi tersebut diatas, pemanfaatan dan efek
pengemabgnan ilmu pengetahuan secara negatif tidak bertentangan dengan
Pancasila dan secara positif mendukung atau mewujudkan nilai-nilai ideal
Pancasila. Lebih dari itu, dengan penggunaan Pancasila sebagai paradigma,
merupakan keharusan bahwa Pancasila harus dipahami secara benar, karena pada
gilirannya nilai-nilai Pancasila kita jadikan asumsi-asumsi dasar bagi
pemahaman di bidang otologis, epistemologis, dan aksiologisnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pancasila
merupakan dasar negara bangsa Indonesia yang berisikan lima sila yang memiliki
nilai-nilai luhur. Sebagai dasar negara, Pancasila juga dapat berfungsi sebagai
pandangan hidup bangsa (weltanshaung). Pancasila dapat menjadi tolak ukur baik
atau buruknya tindakan manusia yang ada di dalamnya. Kita bisa lihat melalui
perilaku masyarakatnya. Selain itu, Pancasila sebagai pandangan hidup, dapat
dijadikan sarana untuk memecahkan masalah yang dialami oleh bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa indonesia haruslah dijunjung tinggi
oleh masyarakatnya. Hal itu disebabkan karena nilai-nilai yang terkandung di
dalam pancasila berakar pada budaya dan masyarakat indonesia.
Hal
tersebut dapat dijadikan asas pemersatu bangsa yang tidak boleh dimatikan.
Bangsa Indonesia memiliki banyak keragaman, situasi keragaman tersebut tidak
boleh dijadikan alasan untuk memecah belah persatuan bangsa Indonesia yang
telah lama diperjuangkan. Peranan Pancasila sebagai pandangan hidup menjadikan
bangsa indonesia menjadi lebih baik dan terus menjunjung persatuan dan kesatuan
di dalam kondisi keanekaragaman yang ada di dalam bangsa Indonesia.
B. Saran
Saran dari kelompok kami melalui
pembahasan mengenai peranan Pancasila sebagai pandangan hidup di era reformasi adalah
kita semua harus bisa menjunjung nilai-nilai luhur dari pancasila dan
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Terutama kita, sebagai masyarakat
yang berpendidikan, haruslah mengetahui bagaimana peranan Pancasila sebagai
pandangan hidup. Dengan begitu, kehidupan antar sesama di dalam masyarakat
menjadi lebih baik. Secara tidak langsung kehidupan yang terjadi di dalam
bangsa indonesia pun menjadi lebih baik.
Hal itu sangat penting diterapkan,
mengingat bangsa Indonesia memiliki berbagai keanekaragaman dan kemajemukan.
Peranan pancasila sangatlah dibutuhkan untuk tetap mempertahankan keutuhan
persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan mengetahui peranan pancasila sebagai
pandangan hidup, kita semua sebagai masyarakat Indonesia harus dapat terus
mewujudkannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Diktat Pancasila UNIKA Atamajaya.
2007.
2. M.S, Kaelan. Pendidikan Pancasila.
Yogyakarta : Paradigma. 2004.
3. Triwamwoto, Petrus Citra.
Kewarganegaraan SMA Kelas 2. Jakarta : Grasindo.
2004.
2004.
4. Syairbaini,
Syahril. Drs.,M.A. 2002. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
Rahmat serta Hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah
Filsafat Hukum mengenai Peranan Pancasila sebagai Pandangan Hidup
di Era Reformasi dengan baik dan tepat pada waktunya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak,
terutama dosen yang bersangkutan yang telah banyak membimbing dan membantu kami
dalam menyelesaikan tugas ini. Kami menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan
kekurangan yang kami buat dalam makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makahal ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kami dan siapa saja yang membutuhkannya.
Jakarta, November 2011
Penulis
|
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR
ISI........................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar
Belakang................................................................................ 1
B. Tujuan............................................................................................. 2
BAB
II PEMBAHASAN.................................................................................. 3
A.
Pancasila Sebagai Dasar
Negara Republik Indonesia..................... 3
B.
Perkembangan Pancasila
Sebagai Dasar Negara............................. 6
C.
Peranan Pancasila Sebagai Pandangan Hidup................................ 9
D.
Peranan Pancasila Di Era Reformasi............................................. 13
BAB
III PENUTUP.......................................................................................... 16
A. Kesimpulan................................................................................... 16
B. Saran............................................................................................. 16
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................... 18
|
||
|
MAKALAH FILSAFAT HUKUM
”PERANAN PANCASILA SEBAGAI
PANDANGAN HIDUP DI ERA REFORMASI”

Disusun
oleh:
Nama :
DESTI AYU PRATIWI
NPM : 3008210042
Kelas :
C
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA

Kok daftar isinya di bawah?
ReplyDeleteKok daftar isinya di bawah?
ReplyDelete